Minggu, 24 Mei 2009

AC Milan 2 - AS Roma 3

Mengecewakan! Intinya ini adalah pertandingan yang sangat kacau bagi AC Milan. Segala sesuatu tidak berjalan dengan baik sehingga farewell Paolo di San Siro menjadi sangat menyedihkan.

Babak pertama = intinya membosankan dan Milan tidak bermain baik. Sebetulnya Ancelotti berniat menyerang dengan memakai team offensif reguler Milan. Sayang para pemain tampil jauh dibawah performa terbaik mereka. Ronaldinho menurut gw seharusnya sudah layak kembali di starting XI.

Babak kedua = pertandingan lebih hidup setelah Milan tertinggal 1-0 dan Ancelotti mengganti Beckham dengan Seedorf. Seedorf bermain baik, sayang menurut saya seharusnya Pirlo-lah yang diganti. Bek Milan termasuk Maldini sering tidak pada posisi yang benar dan tidak cukup menekan para pemain Roma sehingga Roma dengan senang hati menciptakan beberapa peluang yang membahayakan. Pertandingan seru terutama pada saat Milan berhasil menyamakan kedudukan 2 kali. Sayang, akhirnya 2 freekick Roma dan wasit yang tidak bisa dipercaya luar biasa buruk mengalahkan Milano. Akhir yang kurang mantap bagi Maldini.

Ariel's Rating :
Dida (6) Flamini (5) Maldini (5.5) Favalli (5) Jankulovski (5) Beckham (6) Pirlo (5.5) Ambrosini (6.5) Kaka' (7.5) Inzaghi (5.5) Pato (5)

subs : Seedorf (7) Ronaldinho (7) Zambrotta (7)

Jumat, 22 Mei 2009

Terima kasih Paolo! 7 tahun yang luar biasa!


Paolo Maldini seperti yang kita semua para Milanisti tahu, akan memainkan partai resmi
Seri A terakhirnya di San Siro pada weekend ini. Saya sangat sedih akan rencana pensiun Maldini di akhir musim. Maldini adalah salah satu alasan mengapa gw suka AC Milan dari pertama kali demen bola sampai sekarang. Bersama Inzaghi, Pirlo, Shevchenko, Ambrosini, Dida, Gattuso, Nesta, dan Seedorf, Maldini-lah pemain yang selalu gw ikuti dan idolakan sejak pertama kali suka Milan di musim 2002/2003. Kemampuan bertahannya tidak bisa dipungkiri merupakan yang terbaik di dunia. Belum lagi kharisma dan kepemimpinannya yang luar biasa! Jarang sekali ada pemain yang dihormati oleh klub saingannya seperti Maldini. Respek pada Paolo memang sangat luar biasa, bisa kita lihat betapa banyak pemain yang melontarkan pujiannya kepada Paolo dalam rangka pertandingan Seri A terakhirnya di San Siro ini. Tidak heran, AC Milan mempensiunkan no punggung 3 sebagai tribute bagi Paolo, pemain yang hampir mustahil ada tandingannya dalam 10, 20 bahkan 50 tahun ke depan (meski no 3 dapat dipakai anaknya suatu saat nanti).

Kenangan gw akan sosok Paolo Maldini yang sangat gw idolakan ada banyak, tapi ada beberapa yang sangat berkesan. Yang pertama adalah ketika Maldini mengangkat trofi Liga Champion musim 2006/2007 yang luar biasa. Musim itu Milan bermain buruk di Seri A tapi di Champion Milan sangat brilian dan menghancurkan team seperti Muenchen, MU, dan terakhir Liverpool di final yang merupakan pembalasan kegagalan final 2005. Maldini yang sudah berumur 39 tahun itu tampak gagah mengangkat trofi Champion ke 5-nya. Yang kedua adalah gol Maldini di final Liga Champion melawan Liverpool pada musim 2004/2005. Gol tercepat di final Liga Champion ini memang langsung membakar semangat para Milanisti yang sudah berpikir piala ada pada genggaman ketika unggul 3-0 di babak pertama. Salah satu gol Maldini yang berkesan lainnya adalah gol ketika melawan Lazio di musim 2002/2003. Ketika itu Maldini mengenakan jersey Milan berwarna hitam dan menanduk umpan crossing Rivaldo. Ekspresi kegembiraan Maldini yang berlari sambil membentangkan tangannya dan berteriak langsung dimuat di berbagai media.

Maldini juga memiliki beberapa gaya khusus yang selalu membuat gw senang ketika menontonnya berlaga. Gaya dribel-nya yang unik dan khas adalah salah satu gaya-nya yang iconic. Dirbel Maldini memang sangat keren! Sepertinya defender baru sekarang hanya sedikit yang bertipe bek elegan seperti Maldini yang bertahan tidak hanya menggunakan fisiknya saja dan juga dapat mengatur serangan dari lini belakang. Gaya Maldini lain adalah tackle 1 kaki yang sangat cepat dan tepat sampai lawannya kebingungan dan kaget. Sangat keren meski bukan sesuatu yang khas. Youtube banyak memuat video aksi-aksi Maldini yang tentunya sangat menyenangkan untuk ditonton.

Gw yakin tidak hanya Milanisti yang akan kehilangan Maldini melainkan juga seluruh penggila sepakbola sejati dan penggila seni bertahan. Maldini akan diingat sebagai seorang gentleman sejati yang sangat rendah hati, menghargai orang lain, disiplin, berkarakter, berkharisma, berskill luar biasa, dan loyal. Sebuah kombinasi karakter dan skill yang jarang bahkan hampir mustahil ditemui saat ini. Maldini kemungkinan besar akan memainkan pertandingan Seri A terakhirnya melawan Fiorentina di kandang Fiorentina dan akan memainkan pertandingan perpisahannya bersama timnas Italia. Gw berharap AC Milan akan mengadakan 1 lagi pertandingan tribute untuk Paolo di San Siro yang bisa berisi Dream Team Milan era awal 90an melawan Team Milan era Ancelotti. Seluruh rekan dan mantan rekan Maldini di Milan dan Italia dapat berpartisipasi dalam duel indah untuk melepas sang legenda! Terima kasih Paolo atas 7 tahun yang sangat berarti bagi gw, 7 tahun yang luar biasa! Gw akan sangat kehilangan no 3 di lini belakang Milan. Forza Maldini! Forza Milan!

Testimony




















Review gw tentang album Testimony-nya Neal Morse yang dimuat di majalah musik gereja, Passion


Album : Testimony

Musisi : Neal Morse

Rating : 8 .25/ 10

Testimony adalah album solo ke 3 Neal Morse, salah satu musisi progressive rock terkenal di era 90an bersama band-nya Spock’s Beard dan Transatlantic. Album konsep (album yang memiliki tema atau cerita tertentu) berdurasi 2 jam lebih ini memiliki tema tentang perjalanan spiritual Morse dari sebelum perjumpaannya dengan Yesus sampai Morse menerima Tuhan Yesus dalam hidupnya. Bisa dibilang ini adalah album paling personal yang pernah Morse buat. Musik di album ini bisa dibilang sangat berbeda dengan musik Kristen kebanyakan. Meski lirik di album ini merupakan lirik yang kental bernuansa Kristiani yang penuh dengan ucapan syukur Morse, musiknya sangatlah rumit dan penuh dengan pergantian beat ala Progressive Rock. Aransemen rumit ditambah orchestra dan lirik personal mempertegas album ini sebagai salah satu album paling ambisius Morse. Neal Morse memainkan sebagian besar instrumen di album ini, dibantu oleh drummer Dream Theater, Mike Portnoy yang membuat musik dalam album ini semakin seru (dan rumit, dan asik) untuk disimak. Kerry Livgren yang juga seorang Born Again Christian juga ikut membantu di salah satu lagu di album ini.

Double album ini dibagi menjadi 5 bagian / part. Part 1-2 (disc 1) umumnya menceritakan tentang konflik spiritual, kesepian, dan kekosongan yang dialami Neal Morse sebelum dia berjumpa dengan Tuhan sampai pada keputusannya menjadi pengikut Kristus. Part 3-5 (disc 2) menceritakan transformasi Neal Morse dari hidupnya yang lama ke hidupnya yang baru. Pengaruh band Genesis dan Yes sangat terasa dalam aransemen Morse, meski begitu Neal Morse tetap mampu menghasilkan musik yang orisinal dengan vokal dan melodinya yang khas. Produksi album ini juga bisa dibilang sangat baik dan menambah point plus bagi kualitas album. Lagu favorit saya di album ini (meski setiap lagu satu dengan yang lainnya saling berhubungan) adalah lagu Moving in my Heart (lagu ke 4 disc 2).

Kelemahan album ini menurut saya adalah soal durasi yang terlalu panjang dan beberapa bagian / lagu terasa membosankan. Progressive Rock juga bukanlah genre yang umum dalam musik rohani sehingga bisa dibilang album ini bukan untuk semua orang. Bagaimanapun juga, album ini layak untuk menjadi alternatif referensi musik para pemusik Kristen dimanapun karena keragaman aransemen dan musiknya yang “heavy” yang jauh berbeda dari kebanyakan musik Kristen saat ini. Biasanya, album konsep juga merupakan karya seni essential dan paling ambisius seorang musisi yang sangat layak disimak. Tommy (The Who), The Wall (Pink Floyd), The Lamb Lies Down On Broadway (Genesis) dan Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band (The Beatles) adalah beberapa contoh album konsep yang sangat menarik dan ambisius. Testimony adalah salah satu album Progressive Rock terbaik era 2000an dan jelas merupakan salah satu album “Kristen” terbaik yang pernah dibuat.

Ariel Aditya

A Night At The Opera



















Review gw tentang album classic Queen, A Night At The Opera untuk majalah musik gereja, Passion

Album : A Night At The Opera

Musisi : Queen

Rating : 10/10

Album ke 4 Queen sekaligus album terbaik mereka bagi sebagian besar orang. Album ini sudah sangat terkenal dan melegenda dan album ini merupakan album yang mengangkat Queen dari band bagus menjadi no 1 band di Inggris. Banyak lagu terkenal Queen yang ada di album ini seperti Bohemian Rhapsody, Love Of My Life dan You’re My Best Friend yang merupakan lagu Queen terfavorit saya.

Mengapa album yang dirilis pada tahun 1975 ini sering disebut sebagai puncak kejeniusan Freddie Mercury (vocal, piano), Brian May (Gitar), John Deacon (Bass) dan Roger Taylor (drum)? Sederhana saja karena segala hal yang diperlukan suatu album agar disebut sebagai album bagus dimiliki album ini. Kumpulan lagu bagus dari bermacam-macam genre bersatu dengan padu di album ini. Lirik yang indah dan sound yang unik semakin memperkuat album ini.

Album ini dibuka dengan Death On Two Legs karya Mercury yang berirama rock dengan permainan gitar brilian dari jenius gitar, Brian May. Salah satu lagu pembuka album terbaik sepanjang masa! Lagu setelah Death On Two Legs adalah lagu ballad singkat bernuansa waltz berjudul Lazing On A Sunday Afternoon. Dalam 2 lagu awal saja, A Night At The Opera sudah menunjukan keragaman musik Queen yang sangat berkualitas. Lagu ke 3 adalah lagu karya Roger Taylor (dimana Taylor juga bernyanyi di lagu ini) I’m In Love With My Car. Lagu ini menunjukan keunikan Queen karena 3 dari 4 anggota Queen dapat bernyanyi dengan baik. Bisa dibilang Queen dengan segala harmonisasinya adalah penyempurnaan apa yang telah The Beatles lakukan beberapa tahun sebelumnya (Lennon dan McCartney adalah 2 penyanyi yang luar biasa, bahkan George dan Ringo pun dapat bernyanyi).

Lagu ke 4 adalah lagu favorit saya, You’re My Best Friend. Ballad menyenangkan karya John Deacon ini adalah salah satu lagu yang paling sering saya dengarkan baik ketika senang maupun ketika sedang sedih. Dentingan electric piano haunting dari John Deacon ditambah vokal bersemangat Freddie dan lirik mantap membuat lagu ini merupakan salah satu lagu terbaik Queen. You’re My Best Friend menunjukan bahwa ke 4 personil Queen dapat menciptakan lagu dengan sama baiknya. Setelah lagu You’re My Best Friend adalah lagu bernuansa pop, 39’ karya Brian May. Terdapat harmonisasi vokal yang indah dari Mercury, Taylor dan May di tengah lagu yang disusul dengan lengkingan singkat gitar Brian May yang memiliki sound unik.

Sweet Lady yang merupakan lagu glam rock karya Brian May adalah salah satu lagu yang tidak terlalu spesial dan terasa inferior jika dibandingkan dengan lagu lainnya. Seaside Rendezvous merupakan lagu waltz singkat yang menyenangkan yang mengingatkan kita akan lagu waltz Freddie lainnya, Lazing On A Sunday Afternoon. Lagu ke 8, The Prophet’s Song adalah lagu paling ambisius di album ini setelah Bohemian Rhapsody. Penuh dengan harmonisasi vokal yang rumit dan struktur lagu yang aneh membuat lagu ini merupakan salah satu lagu paling beda dalam katalog lagu Queen.

Setelah The Prophet’s Song yang unik, lagu selanjutnya adalah Love Of My Life yang merupakan salah satu lagu patah hati terbaik sepanjang masa. Vokal sempurna dan permainan piano indah Freddie didukung dengan melodi bass indah dari John Deacon sebagai latar dan permainan harpa Brian May menjadikan Love Of My Lofe sebagai lagu klasik dalam katalog Queen. Belum lagi harmonisasi vokal dan solo gitar yang luar biasa di tengah lagu. Good Company yang riang menampilkan vokal dan permainan ukulele Brian May adalah lagu yang cukup menghibur dan semakin memperkaya keberagaman gaya dalam album ini.

Bohemian Rhapsody dapat dibilang sebagai masterpiece Queen. Lagu yang sangat rumit dan memiliki struktur menarik (yang terpengaruh musik opera) ini merupakan lagu paling ambisius Queen dan salah satu lagu terbaik di era 70an. Menurut produser album ini (Roy Thomas Baker) bagian opera di tengah lagu diselesaikan selama 7 hari dan setidaknya 10-12 jam bernyanyi tanpa henti. Sebuah lagu dan kecanggihan produksi yang sangat maju untuk eranya, bahkan di era digital seperti sekarang, belum ada lagu yang mampu menandingi kecanggihan Bohemian Rhapsody. Brilliant! Jangan lupa juga solo gitar Brian May yang sangat melodius di tengah lagu. Album ini ditutup dengan God Save The Queen, lagu kebangsaan Inggris yang dimainkan secara instrumental oleh Queen (lagi-lagi sound gitar super unik dari Brian May). Sebuah penutup yang sempurna.

Album ini seperti semua album Queen sebelum album The Game tidak memakai Synthesizer untuk menghasilkan suara-suara aneh. Queen lebih memilih menggunakan instrumen atau alat-alat tradisional agar sound yang terdengar lebih alami. Tidak heran album yang menghabiskan 45 ribu poundsterling (jumlah yang sangat banyak untuk zamannya) dan 4 bulan untuk direkam ini sangatlah dipuji karena produksinya yang canggih.

Album ini merupakan album wajib bagi penggemar musik rock, bisa dibilang album standar era 70an (dekade terbaik dalam hal musik menurut saya). Queen memang merupakan band yang pantas dijadikan panutan dalam bermusik bagi siapapun. Saya menilai Queen adalah band legend yang selalu bermain dengan hati. Musiknya sangatlah padu dan tidak ada anggotanya yang berlomba-lomba untuk menjadi yang menonjol. Tidak heran mengapa Queen selalu disebutkan musisi era 80an sampai sekarang sebagai sumber inspirasi. Selalu ada yang dapat dipelajari entah dari segi teknik ataupun sound. A Night At The Opera adalah album terbaik Queen dan merupakan pilihan awal yang baik jika kita ingin mulai mendengarkan Queen.

Ariel Aditya